Saat kita mendengar kata ‘Takengon’ mungkin diantara kita belum mengetahui itu apa. Karena untuk sebagian orang belum mengetahui, bahwa itu nama sebuah kota yang ada di Indonesia. Mungkin ini bisa dimaklumi kalau saja itu terjadi pada waktu masa silam, namun untuk sekarang dengan keberadaan internet itu tidak boleh terjadi.
Takengon sendiri adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Aceh. Kota yang terletak di tengah-tengah Provinsi yang dijuluki sebagai Serambi Mekkah dan berada di dataran tinggi sekitar 1200 m dari laut. Sehingga banyak orang yang menyebutnya dengan kota dingin.
Namun kota ini juga dikenal dengan makanan khasnya yang dapat kita temukan di beberapa warung makan disana. Salah satunya adalah cecah Gayo yang dapat kita nikmati sebagai awal perkenalan bagi pelancong yang kebetulan sedang singgah. Namun dari berbagai jenis cecah yang ada, cecah Gayo sulit didapatkan. Sebab tidak setiap warung menjajakan makanan khas ini.
Walaupun di warung nasi menyajikan khas masakan lokal, beberapa jenis cecah ini tak bisa dijumpai. Hanya jenis cecah terong angur yang tersedia di sejumlah rumah makan di Kota Takengon. Sedangkan untuk jenis cecah lainnya, hanya bisa dijumpai di hajatan tertentu, seperti pesta pernikahan, khitanan, maupun turun mandi. Itupun tak semua warga menyajikan masakan lokal ketika mengadakan acara pesta maupun acara lainnya. Di Takengon, hanya beberapa warung yang masih menyediakan makan Gayo. Sebagian dari pemilik warung mengungkapkan, bahwa penyajian menu khas seperti cecah angur itu sebagai upaya melestarikan tradisi kuliner lokal.
Akan tetapi, bukan berarti warung dimaksud ketinggalan. Hingga sekarang, banyak pendatang maupun penduduk lokal, yang mengincar kuliner khas ini. Seperti yang dikemukakan oleh Hasanah bahwa selama ini, peminatnya bukan hanya dari kalangan warga lokal (gayo-red) tapi Banyak juga orang luar datang untuk menikmati masakan khas Gayo.
Bagi sebagian penikmat kuliner, cecah Gayo ini merupakan jenis makanan yang memiliki ciri khas tersendiri. Dari segi rasa, cecah gayo menawarkan beragam rasa yang unik dan sedikit menggelitik lidah. Campuran buah andaliman di menu-menu cecah gayo, membuat rasa makanan ini berbeda cecah dari daerah lain. Apalagi, cecah gayo ini dicampur dengan buah kincung, sudah pasti mengundang selera makan siapa saja.
Masyarakat di dataran tinggi Gayo yang berprofesi sebagai petani, menempatkan cecah sebagai sajian “wajib” bagi mereka. Di samping bisa menambah selera makan, bahan baku untuk pembuatan cecah ini tidak sulit didapat. Bahkan, di pekarangan rumah, tak jarang bahan baku pembuatan cecah bisa tumbuh.
Maka, bagi pengunjung yang ingin mencicipi cecah terong angur sebagai makanan pendamping sajian lokal seperti masam jing dan pengat, bisa ditemukan di sejumlah rumah makan bernuansa lokal seperti di Café Batas Kota Takengon dan warung nasi Pengat Gayo. Kedua rumah makan ini tetap mempertahankan sajian tradisi gayo. Mau mencoba? Dijamin bakal ketagihan.
Sumber: aceh.tribunnews.com