DULU kita hanya mengenal Amerika Serikat dan Uni Soviet–sekarang Rusia–sebagai penguasa dunia antariksa dan satelit, tetapi kini kita patut berbangga karena peneliti Indonesia pun mampu berbicara di bidang itu dengan menciptakan satelit.
Menurut Kepala Bidang Teknologi Satelit Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Robertinus Heru Tri Harjanto, M.Sc, di dalam industri satelit ada tiga pemain, yaitu pembeli, operator, dan penyedia teknologi.
Dia menegaskan bahwa Indonesia ingin berada di posisi yang terakhir, yakni sebagai penyedia teknologi.
Adalah Lapan A2, satelit terbaru buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang juga merupakan suksesor satelit buatan Lapan sebelumnya, Lapan Tubsat (Lapan A1), yang dibuat di Jerman. Satelit A1 diluncurkan pada 2007 di bawah supervisi konsultan dari Technishe Universitaet Berlin, Jerman. Perencanaan pembuatan satelit Lapan A2–lebih familier disebut Lapan Orari–dimulai pada 2008. Masalah pendanaan menjadi hal pertama yang dibahas. Setelah itu, pada 2010 satelit ini mulai dirancang dan dibuat para engineer Lapan di Pusat Teknologi Satelit Lapan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, dengan konsultan dari Technishe Universitaet Berlin, Jerman. Akhirnya pada 2012, pembuatan satelit Lapan Orari pun rampung.
Sensor lebih baik
Spesifikasi dan kemampuan satelit Lapan Orari hampir sama dengan Lapan Tubsat. Namun, Lapan Orari memiliki sensor lebih baik jika dibandingkan dengan satelit pendahulunya itu. Satelit ini telah melewati uji Automatic Position Reporting System (APRS), tes sel surya, uji pusat gravitasi, uji gaya magnetik, uji air bearing, uji transportasi, dan uji getar. Dari hasil pengujian, satelit Lapan Orari secara umum dinyatakan dalam kondisi sangat baik. Fungsi-fungsi pengendalian yang direncanakan berjalan dengan sempurna, yang berarti kualitas pengerjaan harness Lapan Orari baik.
Setelah dinyatakan lulus uji, Lapan Orari menurut rencana akan diluncurkan pertengahan 2014 di Sriharkota, India. Satelit Lapan Orari akan menumpang roket PSLV (Polar Satellite Launch Vehicle)-C23 milik India. Satelit terbaru buatan Lapan ini memiliki orbit yang berbeda dengan Lapan Tubsat. Lapan Orari mengorbit secara horizontal sepanjang garis khatulistiwa. Ini satu-satunya satelit pemantau bumi yang mengorbit secara ekuatorial dari arah barat ke timur. Di angkasa luar nanti, satelit Lapan Orari didesain untuk mengemban tiga misi. Misi pertama ialah memantau permukaan bumi dengan kamera video analog dan kamera digital beresolusi hingga 6 meter serta cakupan area gambar hingga 12 kilometer persegi.
Misi berikutnya yakni membantu komunikasi teks dan suara untuk mitigasi bencana dengan aplikasi Automatic Position Reporting System (APRS) lewat frekuensi S-Band UHF. Satelit ini juga mempunyai komponen voice repeater (pengulang suara), tapi terbatas hanya untuk satu pengguna pada satu waktu.
Untuk misi kedua ini, Lapan menggandeng Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari). Relai komunikasi radio ini dapat membantu tim SAR untuk mencari jalur evakuasi alternatif atau dalam memberikan bantuan saat terjadi bencana. APRS juga mendukung pengiriman pesan singkat melalui gelombang radio yang dapat dilakukan menggunakan
perangkat-perangkat penerima komunikasi radio modern.
Adapun misi ketiga ialah mendukung pengawasan wilayah maritim Indonesia dengan memanfaatkan sensor Automatic Identification System (AIS). Dengan sensor itu, setiap kapal yang melintas di wilayah laut Indonesia akan terdeteksi. Radius deteksinya 100 kilometer sehingga mampu mendeteksi 2.000 kapal dalam satu waktu. Dengan demikian, Lapan Orari diharapkan bisa menjadi solusi dalam pemantauan lalu lintas wilayah laut Indonesia.
Satelit berdimensi 50 x 47 x 38 sentimeter dan berbobot 78 kilogram ini akan mengorbit pada ketinggian 650 kilometer dari atas bumi. Dalam sehari, Lapan Orari akan melintasi wilayah Indonesia secara diagonal setiap 97 menit atau sebanyak 14 kali, dengan lama waktu melintas sekitar 20 menit. Direncanakan, satelit ini akan berfungsi sampai sepuluh tahun ke depan.
Menurut Robertinus Heru Triharjanto, dalam uji coba, ratusan foto sudah berhasil diambil dengan memanfaatkan satelit Lapan A2. Foto-foto tersebut dapat diaplikasikan untuk pengamatan bumi. Salah satu yang terbantu dengan teknologi ini ialah
masyarakat pengguna pengindraan jarak jauh yang menginvetarisasi lahan pertanian, kelautan, dan perikanan.
Rencana ke depan, Lapan akan terus mengembangkan teknologi satelit jenis mikro A (berbobot di bawah 100 kg) hingga seri A5. Pertimbangannya, selain praktis, peluncurannya juga dapat mendompleng di satelit besar. Sekali lagi Heru optimistis
teknologi satelit di Indonesia dapat berkembang seperti di negara lain.
referensi: http://www.ristek.go.id