JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia sudah membumbui masakan dunia dengan rempah-rempah Nusantara sejak abad ke-16 atau tahun 1500-an.
“Tepatnya saat ekspedisi rempah-rempah yang dilakukan bangsa Eropa saat masuk Nusantara,” ungkap gastronomis Indonesia, Prof Murdijati Dardjito, di Jakarta, Selasa (4/6/2013).
Rempah-rempah dari bumi Nusantara ini digunakan bangsa Eropa untuk membumbui masakan mereka. Oleh karena itu, sepatutnya kuliner Nusantara mendapat tempat di kancah internasional.
Selain itu, ia menuturkan,, gastronomi merupakan eksplorasi ilmiah dan transformasi dalam kegiatan kuliner dan cara menikmati makanan. Masyarakat Nusantara sejak lama tak hanya kaya akan beragam kuliner dan tata cara memasak, tetapi juga budaya dan cara makan.
“Tetapi juga sejarah makan, budaya makan, cara makan, ini yang harus diketahui para koki Indonesia. Bahkan sampai legenda di balik makanan. Koki kita perlu pemahaman gastronomi Indonesia agar kuliner Indonesia menjadi raja dunia,” tuturnya.
Murdijati memberi contoh cara makan rijsttafel yang diperkenalkan orang Belanda di kalangan masyarakat Eropa merupakan adopsi memakan makanan Jawa, tetapi dengan tata cara ala Belanda.
“Hal sebaliknya juga dilakukan orang Jawa. Jawa punya bir jawa. Ini mulanya di Keraton Yogyakarta. Kalau ada tamu Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Raja Yogyakarta mengadakan apel besar yang mengundang abdi dalem,” ungkap Murdijati.
Jika yang disuguhkan bir benaran, lanjutnya, tentu saja biaya untuk menjamu akan mahal sekali karena harus impor. Orang Jawa kemudian membuat minuman sendiri yang terdiri dari 10 jenis rempah-rempah, termasuk secang.
“Kasih perasanya jeruk nipis dan warnanya jadi persis sama seperti bir Heineken asal Belanda. Dengan blangkon dan duduk bersila, para abdi dalem bersama-sama Gubernur Jenderal Hindia Belanda minum bir jawa. Modal kecil, tetapi penuh unsur lokalitas yang eksotik dan sehat,” kata Murdijati.
Selain itu, ia juga memberi contoh tumpeng yang menganut konsep piramida makanan, yaitu panduan makan sehat dengan puncaknya berupa gula dan minyak serta di bagian dasar piramida adalah sayur dan buah.
Ia mengaku pernah memperkenalkan tumpeng ke orang-orang di World Health Organization (WHO), dan mereka terkejut karena tumpeng sesuai dengan konsep piramida makanan di ilmu gizi dan pangan.
“Tetapi, saya lihat sekarang ibu-ibu muda kalau bikin acara ulang tahun malah bangga perginya ke restoran fast food. Sudah lupa sama dengan tumpeng, padahal itu filosofinya tinggi,” tuturnya.